Thursday, 29 March 2012

Ngaben Tradisi Bakar Mayat

Ngaben - adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Seperti yg tulis di artikel ttg pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar. Ada beberapa pendapat ttg asal kata ngaben. Ada yg mengatakan ngaben dari kata beya yg artinya bekal, ada juga yg mengatakan dari kata ngabu (menjadi abu), dll.


Foto : Sebelum dibakar diarak terlebih dahulu
Hanya melalui pembakaran jenazahlah jiwa dapat dilepaskan dari dunia sementara untuk mendapatkan kehidupan setelah kematian. Dan untuk menjalani ini beberapa upacara dan ritual harus diikuti, terutama ketika keturunan kerajaan meninggal. Pada kematian tubuh harus dibakar oleh api karena jiwa harus kembali pada lima elemen yang dikenal dengan Panca Maha Buta (bumi, angin, api, air dan eter)  hal ini bertujuan untuk mengirim jiwa pada kehidupan setelah kematian.
Hanya dengan mengikuti upacara dan ritual yang layak dan tepat, jiwa akan bebas dari tubuh untuk dilahirkan kembali dan akhirnya menggapai Moksa, kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi.
Upacara pembakaran jenazah di Bali mewah dan mahal. Lebih tinggi status seseorang, persiapan megah dan dekorasi yang dibutuhkan akan semakin tinggi. Oleh karena itu, jenazah Almarhum harus dikubur untuk beberapa saat sebelum keluarga dan masyarakat bisa mengumpulan dana yang cukup. Ini merupakan adat yang umum bagi masyarakat biasa untuk menunggu pembakaran jenazah seorang bangsawan atau pemuka agama yang nantinya digabung dalam ritual ngiring untuk pembakaran jenazah keluarga mereka jika diizinkan.
Beberapa hari sebelum hari pembakaran, jiwa Almarhum yang mengembara dipanggil untuk bersatu dengan tubuhnya, biasanya disimbolkan oleh patung orang, dibawa ke rumah untuk dimandikan berulang-ulang, dipersiapkan oleh anggota keluarga.
Pada malam pembakaran, para pendeta mempersembahkan persembahan pada kekuatan supranatural yang diminta untuk membuka jalan bagi jiwa, sementara para anggota keluarga berdoa untuk membebaskan jiwa Almarhum ke surga.
Hari berikutnya, jenazah dibawa ke alam terbuka dimana pembakaran diadakan, yang biasanya setelah matahari melewati titik puncaknya. Ketika semua tubuh sudah terbakar, anggota keluarga mengumpulkan debu-debu dan tulang Almarhum, dan kemudian patung orang yang meninggal tersebut dibawa dalam prosesi di laut atau sungai, kemudian debu dituangkan ke dalam air, kedalam perlindungan dewa laut.
Bulan-bulan atau tahun-tahun berikutnya setelah pembakaran, ketika dana sudah cukup terkumpul, akan ada upacara-upacara lagi untuk meyakinkan pemisahan jiwa yang sempurna dari ikatan keduniawian, bertujuan untuk melepaskan jiwa ke surga. Pada upacara terakhir disebut upacara nyagara-gunung, keluarga mengekpresikan terima kasih mereka pada dewa laut di candi-candi gunung dimana jiwa yang suci diabadikan di candi, untuk menunggu kelahiran kembali atau kebebasan dari lingkaran kelahiran kembali.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons