Seorang penduduk bernama Tampubolon menduga jika ada semacam zat khusus yang membuat mayat - mayat itu tidak membusuk. Disamping kuburan yang ajaib itu, ada pula sebuah kisah mengenai mayat berjalan yang dikendalikan oleh seorang pawang. Mayat itu dikatakan berjalan layaknya orang yang masih hidup, hanya saja cara berjalannya agak terseok - seok.
Mayat itu dikendalikan dengan tujuan untuk menuntunnya kembali ke tujuan akhirnya, yaitu rumahnya sendiri. Diceritakan dahulu orang Toraja senang menjelajah daerah - daerah pegunungan. Mereka tidak menggunakan alat transportasi apapun ketika menjelajah. Dalam penjelajahan yang berat itu, beberapa orang tidak kuat untuk melanjutkan lagi dan jatuh sakit. Karena bekal dan obat - obatan yang dibawa sangat minim, anggota mereka yang sakit tadi akhirnya meninggal.
Karena mustahil untuk meninggalkan mayat rekan mereka, dan akan sangat merepotkan bila harus membawa pulang jenazahnya, maka dengan suatu ritual gaib, mereka membangkitkan mayat tersebut dan mengendalikannya. Mereka menuntun mayat itu sampai ke rumahnya. Ada pantangan yang tidak boleh dilakukan selama mayat itu belum sampai di rumahnya, mayat tidak boleh disentuh, jika dilakukan, maka mantra yang ada pada sang mayat akan hilang.
Menjadi sebuah mitos yang melegenda penuh dengan sejarah dikalangan suku Toraja yaitu Mayat Berjalan. Menyaksikan sebuah mitos tentang mayat berjalan sudah pernah dialami oleh nenek moyang kami pada zaman dahulu kala. Ini adalah sebuah tradisi yang merupakan bagian dari adat-istiadat suku Toraja. Pernahkah terlintas dibenak kita bahwa di Indonesia ada sebuah suku yang mempenyai tradisi mayat berjalan?
Mungkin tidak, tetapi menjadi penting bagi kita, bahwa sebuah kebanggaan besar yang cukup begitu membuktikan dan meyakinkan Negara-negara lain bahwa memang Indonesia kaya akan budaya adat istiadat.
Tidak ada pernah terdengar bahwa ada suku di Indonesia apalagi di dunia yang mempunyai budaya mayat berjalan. Hanya satu-satunya suku yang mempunyai tradisi ini yaitu Suku Toraja.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Toraja bahwa dahulu kala, tahun 1905 telah ditemukan di gua sebuah mayat manusia yang utuh yang tidak busuk sampai sekarang. Mayat ini tidak dibalsem dan tidak diberi ramuan apa pun seperti yang dilakukan orang mesir pada umumnya. Ajaibnya mayat ini masih bisa tetap utuh. Menurut Tampubolon di gua itu terdapat semacam zat yang bisa mengawetkannya. Selain tidak berbau busuk ada juga yang berjalan diatas kedua kakinya bagaikan orang yang tidak kekurangan suatu apa-apa. Kalau mau dicari perbedaannya ada, tetapi juga tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon disebuah media dia mengatakan bahwa sang mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak. Dan dalam perjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup yang mengawalnya, sampai ketujuan akhir yaitu rumahnya sendiri. Mengapa harus demikian? Karena pada zaman dahulu kala, orang-orang Toraja biasa menjelajahi daerahnya yang bergunung dan berjurang dengan hanya berjalan kaki tanpa mengenal pedati, delman, gerobak, atau yang semacamnya dengan itulah, maka mayat tersebut di ritualkan.
Jika dilihat zaman sekarang, setelah tana toraja disentuh oleh agama, kejadian mayat berjalan sudah sangat jarang terjadi. Padahal ini adalah sebuah budaya yang begitu menakjubkan dan dapat dikembangkan sebagai bagian tradisi kita yang dapat kita kembangkan untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Aku sebenarnya begitu rindu melihat tradisi budaya ini, namun pemerintah tidak lagi memperhatikan budaya ini yang bisa dikatakan hampir hilang. Seharusnya pemerintah tana toraja harus mengembangkan budaya ini sebagai asset yang dapat menambah pendapatan daerah kita dan dapat membuat Tana Toraja lebih dikenal di mancanegara sana.
Mungkin tidak, tetapi menjadi penting bagi kita, bahwa sebuah kebanggaan besar yang cukup begitu membuktikan dan meyakinkan Negara-negara lain bahwa memang Indonesia kaya akan budaya adat istiadat.
Tidak ada pernah terdengar bahwa ada suku di Indonesia apalagi di dunia yang mempunyai budaya mayat berjalan. Hanya satu-satunya suku yang mempunyai tradisi ini yaitu Suku Toraja.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Toraja bahwa dahulu kala, tahun 1905 telah ditemukan di gua sebuah mayat manusia yang utuh yang tidak busuk sampai sekarang. Mayat ini tidak dibalsem dan tidak diberi ramuan apa pun seperti yang dilakukan orang mesir pada umumnya. Ajaibnya mayat ini masih bisa tetap utuh. Menurut Tampubolon di gua itu terdapat semacam zat yang bisa mengawetkannya. Selain tidak berbau busuk ada juga yang berjalan diatas kedua kakinya bagaikan orang yang tidak kekurangan suatu apa-apa. Kalau mau dicari perbedaannya ada, tetapi juga tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon disebuah media dia mengatakan bahwa sang mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak. Dan dalam perjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup yang mengawalnya, sampai ketujuan akhir yaitu rumahnya sendiri. Mengapa harus demikian? Karena pada zaman dahulu kala, orang-orang Toraja biasa menjelajahi daerahnya yang bergunung dan berjurang dengan hanya berjalan kaki tanpa mengenal pedati, delman, gerobak, atau yang semacamnya dengan itulah, maka mayat tersebut di ritualkan.
Jika dilihat zaman sekarang, setelah tana toraja disentuh oleh agama, kejadian mayat berjalan sudah sangat jarang terjadi. Padahal ini adalah sebuah budaya yang begitu menakjubkan dan dapat dikembangkan sebagai bagian tradisi kita yang dapat kita kembangkan untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Aku sebenarnya begitu rindu melihat tradisi budaya ini, namun pemerintah tidak lagi memperhatikan budaya ini yang bisa dikatakan hampir hilang. Seharusnya pemerintah tana toraja harus mengembangkan budaya ini sebagai asset yang dapat menambah pendapatan daerah kita dan dapat membuat Tana Toraja lebih dikenal di mancanegara sana.
0 comments:
Post a Comment