Para nelayan tradisional hanya dilengkapi satu-satunya senjata andalan berupa tombak yang dinamakan tempuling. Senjata tradisional ini berupa sebatang bambu panjang yang di salah satu ujungnya ditancap besi runcing. Dengan senjata itu mereka berusaha membunuh ikan paus, yang besar tubuhnya puluhan kali lebih besar dari tubuh manusia.
Sebelum musim berburu, Desa Lamalera memiliki tradisi atau budaya penangkapan paus yang setiap tahunnya diadakan upacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang para arwah nenek moyang mereka yang gugur di medan bahari bergelut dengan sang paus. Upacara dan Misa atau biasa di sebut lefa dilaksanakan setiap tanggal 1 Mei.
Perburuan paus biasanya dimulai pada bulan mei, perburuan dilakukan menggunakan perahu yang terbuat dari kayu yang disebut paledang. Orang yang bertugas menikam paus disebut lama fa. Orang ini berdiri di ujung perahu, buritan atau haluan, saat paus yang diburu mulai kelihatan. Lama fa selalu mencari kesempatan untuk menikamkan tempuling di tubuh paus. Tombak atau tempuling bukan sekadar dilempar ke tubuh paus, melainkan si lama fa melompat menuju paus sambil memegang tempuling dan dengan kekuatan penuh menghujamkan tempuling ke tubuh paus.
Walaupun sudah ada beberapa konvensi yang melarang perburuan ikan paus, tradisi berburu ikan paus ini sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Para penduduk Lamalera mengatakan, mereka tahu ikan paus mana yang menjadi buruan mereka. Ikan paus yang masih kecil dan yang sedang hamil tidak akan diburu. Hal itu untuk menjaga populasi paus di daerah Lamalera.
Tak jarang dari mereka, para pemburu menjadi korban keganasan paus yang melawan, dan jika begitu masyarakat beranggapan bahwa yang menjadi korban adalah para mereka yang tidak bersih maksudnya mereka ada masalah dengan istri atau anak yang belum selesai.
0 comments:
Post a Comment