Sunday, 28 October 2012

Kisah Daan Mogot

Daan Mogot (lahir di Manado, 28 Desember 1928 – meninggal di Lengkong, Tangerang, 25 Januari 1946 pada umur 17 tahun) adalah seorang pejuang dan pelatih anggota PE
TA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942. Setelah Perang Dunia ke-2 selesai, ia menjadi Komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Bulan November 1945 menjadi pendiri sekaligus Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun. Ia gugur di Hutan Lengkong bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang saat hendak melucuti senjata mereka di Hutan Lengkong di Tangerang.
Foto: Postingan ke-414: Kisah Daan Mogot

#Likemu Wujud CINTAMU Terhadap Sejarah#

Daan Mogot (lahir di Manado, 28 Desember 1928 – meninggal di Lengkong, Tangerang, 25 Januari 1946 pada umur 17 tahun) adalah seorang pejuang dan pelatih anggota PETA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942. Setelah Perang Dunia ke-2 selesai, ia menjadi Komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Bulan November 1945 menjadi pendiri sekaligus Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun. Ia gugur di Hutan Lengkong bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang saat hendak melucuti senjata mereka di Hutan Lengkong di Tangerang.

Biografi
Daan Mogot lahir di Manado pada tanggal 28 Desember 1928 dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang (Mien) dengan nama Elias Daniel Mogot. Ayahnya ketika itu adalah Hukum Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi, serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen. Pol. A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulut).

Pada tahun 1939, yaitu ketika ia berumur 11 tahun, keluarganya pindah dari Manado ke Batavia (Jakarta sekarang) dan menempati rumah di jalan yang sekarang bernama Jalan Cut Meutiah – Jakarta Pusat. Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang.

Pada masa Pendudukan Jepang, ia masuk dalam organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, yaitu Pembela Tanah Air atau PETA. Waktu itu tahun 1942, ia menjadi anggota PETA angkatan pertama. Sebenarnya usia Daan Mogot belum memenuhi syarat yang ditentukan pihak Jepang yakni 18 tahun. Waktu itu ia berumur 14 tahun.

Karena prestasinya, ia diangkat menjadi pelatih anggota PETA di Bali, kemudian dipindahkan di Jakarta. Semasa di Bali, ia mendapatkan dua sahabat sejati yaitu Kemal Idris dan Zulkifli Lubis.

Mereka yang berasal dari Seinen Dojo oleh instruktur Jepang diangkat sebagi Instruktur Pembantu. Sebab, latihan yang akan diberikan kepada mereka jauh lebih ringan dari latihan yang pernah diterima pada masa Seinen Dojo di Tangerang. Pendidikan dan latihan itu dapat terlaksana sampai empat angkatan. Angkatan pertama mulai bulan Desember 1943 dan angkatan keempat, terakhir selesai bulan Juli 1945, sebelum Jepang takluk pada Sekutu tanggal 15 Agustus 1945.

Ada 50 orang yang diambil dari peserta latihan angkatan pertama untuk mengikuti pendidikan “guerilla warfare” di bawah pimpinan Kapten Yanagawa. Di antara mereka yang ikut latihan khusus itu adalah Daan Mogot, Kemal Idris, Zulkifli Lubis, Kusno Wibowo, Sabirin Mukhtar, Satibi Darwis dan Effendi. Jenis latihan yang diberikan antara lain bagaimana cara memelihara burung merpati, karena burung itu dapat dipergunakan untuk alat komunikasi. Di samping itu mereka dilatih bagaimana menggunakan senjata yang baik untuk menghadapi lawan.

Setelah ke-50 orang itu dilantik menjadi perwira, mereka tidak lagi bertugas sebagai Instruktur Pembantu, melainkan menjadi Shodancho.
Setelah dilantik menjadi perwira PETA, masing-masing perwira dikembalikan ke daerah asalnya. Di Bali, Daan Mogot, Zulkifli Lubis dan Kemal Idris bersama beberapa perwira PETA lainnya mendirikan serta melatih para calon PETA di sana. Alasan Jepang mendirikan PETA di Bali, karena Bali dianggap merupakan daerah pertahanan dan tempat pendaratan. Untuk itu kekuatan dipersiapkan, terutama di daerah Nagara dan Klungkung. Jepang memberikan kepercayaan kepada Daan Mogot melatih di Tabanan, Kemal Idris di Nagara dan Zulkifli Lubis di Klungkung. Sekalipun ketiga sahabat itu terpisah-pisah tempat tugasnya, namun mereka selalu mengadakan kontak, baik membicarakan hal yang berhubungan dengan latihan maupun tentang nasib rakyat yang sedang menderita di bawah telapak penjajah. Kegiatan latihan yang spesifik saat itu ialah mempersiapkan pertahanan guna menghadapi serangan musuh di pantai. Selama setahun para Shodancho di Bali menjalankan tugas dengan baik. Tahun selanjutnya mereka harus berpisah. Empat orang Shodancho harus kembali ke Jawa, sedangkan Daan Mogot, Zulkifli Lubis, dan Kemal Idris yang tetap tinggal. Mereka bertindak sebagai instruktur PETA, memberikan latihan kepada calon-calon perwira hingga mereka mahir dalam berbagai bidang ketentaraan.

Pada tahun 1945 ketika Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, Daan Mogot menjadi salah seorang tokoh pemimpin Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pangkat Mayor. Ini suatu keunikan pada masa itu, karena Mayor Daan Mogot baru berusia 16 tahun

Di sana Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pada tanggal 23 Agustus 1945 mendirikan markasnya di Jalan Cilacap No. 5 untuk daerah Keresidenan Jakarta, empat hari sesudah pembentukannya. Moefreini Moe’min, seorang bekas syodancho dari Jakarta Daidan I ditunjuk sebagai pimpinannya. Sejumlah perwira yang bergerak di situ adalah Singgih, Daan Yahya, Kemal Idris, Daan Mogot, Islam Salim, Jopie Bolang, Oetardjo, Sadikin (Resimen Cikampek), Darsono (Resimen Cikampek), dan lain-lain.

Daan Mogot memang terkenal dalam sejarah zaman revolusi perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada pertempuran di hutan Lengkong-Serpong Tangerang Banten, ketika Taruna Akademi Militer Tangerang yang dipimpinnya berusaha merebut senjata dari pihak tentara Jepang tanggal 25 Januari 1946.

Ironisnya, sementara ia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia bahkan rela gugur di medan pertempuran, ayahnya tewas dibunuh para perampok yang menganggap ”orang Manado” (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda.

Sebagai sponsor terwujudnya gagasan mendirikan sekolah akademi militer, maka tanggal 18 November 1945 ia dilantik menjadi Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) pada waktu ia berusia 17 tahun. Sebenarnya di Yogyakarta juga berdiri Militer Akademi Yogya (MA Yogya) hampir bersamaan, yaitu tanggal 5 November 1945. Ide mendirikan sebuah akademi militer ini memang seperti yang diangan-angankan oleh Daan Mogot.

Ide pendirian Militer Akademi Tangerang itu datang dari empat orang: Daan Mogot, Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin.

Pada tahap awal ada 180 orang Calon Taruna pertama yang dilatih. Di antara mereka terdapat mahasiswa yang berasal dari Sekolah Kedokteran Ika Daigaku Jakarta. Ada di antara mereka yang menjadi komandan peleton, komandan kompi bahkan komandan batalyon. Sejumlah perwira dan bintara yang menjadi pelatih/instruktur MAT antara lain Kapten Taswin, Kapten Tommy Prawirasuta, Kapten Rukman, Kapten Kemal Idris, Kapten Oscar (Otje) Mochtan, Kapten Jopie Bolang, Kapten Endjon Djajaroekmantara, Sersan Bahruddin, Sersan Sirodz. Di Resimen Tangerang Taswin bertugas di staf sedangkan Kemal Idris di pasukan.

Pada tanggal 24 Januari 1946 Mayor Daan Yahya menerima informasi bahwa pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung dan akan melakukan gerakan merebut depot senjata tentara Jepang di depot Lengkong (belakangan diketahui bahwa Parung baru diduduki NICA bulan Maret 1946). Tindakan-tindakan provokatif NICA Belanda itu akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang secara serius. Sebab itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya selaku Kepala Staf Resimen, segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.

Tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna MA Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira yaitu Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira polisi tentara (Corps Polisi Militer/CPM sekarang). Ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu diserahkan kepada KNIL-NICA Belanda yang waktu itu sudah sampai di Sukabumi menuju Jakarta.

Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di markas Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Taruna MAT diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.

Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan mengesankan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang perlucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. Sekitar 40 orang Jepang disuruh berkumpul di lapangan.

Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Serdadu Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya, tentara Jepang lainnya yang berbaris di lapangan berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.

Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Taruna MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.

Tindakan Mayor Daan Mogot yang segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Dikatakan bahwa Mayor Daan Mogot bersama rombongan dan anak buahnya Taruna Akademi Militer Tangerang, meninggalkan asrama tentara Jepang, mengundurkan diri ke hutan karet yang disebut hutan Lengkong.

Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.

Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.

Akhirnya 33 taruna dan 3 perwira gugur dan 10 taruna luka berat serta Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, sedangkan 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri pada 26 Januari dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.

Pasukan Jepang bertindak dengan penuh kebengisan, mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup menjadi tawanan Jepang dan dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya. Sungguh suatu kisah yang pilu bagi yang masih hidup tersebut. Dalam keadaan terluka, ditawan, masih dipaksa menggali kuburan untuk para rekan-rekannya sedangkan nasib mereka masih belum jelas mau diapakan.

Tanggal 29 Januari 1946 di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam peristiwa Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun akhirnya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di dekat penjara anak-anak Tangerang. Selain para perwira dari Tangerang, Akademi Militer Tangerang, kantor Penghubung Tentara, hadir pula pada upacara tersebut Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir, Wakil Menlu RI Haji Agus Salim yang puteranya Sjewket Salim ikut gugur dalam peristiwa tersebut beserta para anggota keluarga taruna yang gugur. Pacar Mayor Daan Mogot, Hadjari Singgih memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot. Setelah itu rambutnya tak pernah dibiarkan panjang lagi.

 Biodata singkat
•	Nama : Elias Daniel Mogot;
•	Nama populer  : Mayor Daan Mogot;
•	Tempat/tgl lahir : Manado, 28 Desember 1928;
•	Tempat/tgl meninggal : Tangerang, 25 Januari 1946;
•	Keluarga: Ayah : Nicolaas Mogot (Nico);
Ibu : Emilia Inkiriwang (Mien);
Saudara : Kakak: Evert, Lilly, Hetty, Eddy;
Adik : Fietje, Tilly;
Pengalaman:
•	1942-1943 Anggota Seinen Dojo angkatan pertama;
•	1943 Anggota Pembela Tanah Air (PETA) angkatan ke-1;
•	1943-1944 Shodancho PETA di Bali;
•	1944-1945 Staf Markas PETA (Gyugun Sidobu) di Jakarta;
•	1945 Perwira pada Resimen IV/Tangerang (pangkat Mayor);
•	1945-1946 Pendiri/Direktur pertama Akademi Militer Tangerang (MAT)

Foto: Elias Daniel Mogot (Daan Mogot)

Sumber: Wikipedia Indonesia

-Reza
Biografi
Daan Mogot lahir di Manado pada tanggal 28 Desember 1928 dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang (Mien) dengan nama Elias Daniel Mogot. Ayahnya ketika itu adalah Hukum Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi, serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen. Pol. A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulut).

Pada tahun 1939, yaitu ketika ia berumur 11 tahun, keluarganya pindah dari Manado ke Batavia (Jakarta sekarang) dan menempati rumah di jalan yang sekarang bernama Jalan Cut Meutiah – Jakarta Pusat. Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang.

Pada masa Pendudukan Jepang, ia masuk dalam organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, yaitu Pembela Tanah Air atau PETA. Waktu itu tahun 1942, ia menjadi anggota PETA angkatan pertama. Sebenarnya usia Daan Mogot belum memenuhi syarat yang ditentukan pihak Jepang yakni 18 tahun. Waktu itu ia berumur 14 tahun.

Karena prestasinya, ia diangkat menjadi pelatih anggota PETA di Bali, kemudian dipindahkan di Jakarta. Semasa di Bali, ia mendapatkan dua sahabat sejati yaitu Kemal Idris dan Zulkifli Lubis.

Mereka yang berasal dari Seinen Dojo oleh instruktur Jepang diangkat sebagi Instruktur Pembantu. Sebab, latihan yang akan diberikan kepada mereka jauh lebih ringan dari latihan yang pernah diterima pada masa Seinen Dojo di Tangerang. Pendidikan dan latihan itu dapat terlaksana sampai empat angkatan. Angkatan pertama mulai bulan Desember 1943 dan angkatan keempat, terakhir selesai bulan Juli 1945, sebelum Jepang takluk pada Sekutu tanggal 15 Agustus 1945.

Ada 50 orang yang diambil dari peserta latihan angkatan pertama untuk mengikuti pendidikan “guerilla warfare” di bawah pimpinan Kapten Yanagawa. Di antara mereka yang ikut latihan khusus itu adalah Daan Mogot, Kemal Idris, Zulkifli Lubis, Kusno Wibowo, Sabirin Mukhtar, Satibi Darwis dan Effendi. Jenis latihan yang diberikan antara lain bagaimana cara memelihara burung merpati, karena burung itu dapat dipergunakan untuk alat komunikasi. Di samping itu mereka dilatih bagaimana menggunakan senjata yang baik untuk menghadapi lawan.

Setelah ke-50 orang itu dilantik menjadi perwira, mereka tidak lagi bertugas sebagai Instruktur Pembantu, melainkan menjadi Shodancho.
Setelah dilantik menjadi perwira PETA, masing-masing perwira dikembalikan ke daerah asalnya. Di Bali, Daan Mogot, Zulkifli Lubis dan Kemal Idris bersama beberapa perwira PETA lainnya mendirikan serta melatih para calon PETA di sana. Alasan Jepang mendirikan PETA di Bali, karena Bali dianggap merupakan daerah pertahanan dan tempat pendaratan. Untuk itu kekuatan dipersiapkan, terutama di daerah Nagara dan Klungkung. Jepang memberikan kepercayaan kepada Daan Mogot melatih di Tabanan, Kemal Idris di Nagara dan Zulkifli Lubis di Klungkung. Sekalipun ketiga sahabat itu terpisah-pisah tempat tugasnya, namun mereka selalu mengadakan kontak, baik membicarakan hal yang berhubungan dengan latihan maupun tentang nasib rakyat yang sedang menderita di bawah telapak penjajah. Kegiatan latihan yang spesifik saat itu ialah mempersiapkan pertahanan guna menghadapi serangan musuh di pantai. Selama setahun para Shodancho di Bali menjalankan tugas dengan baik. Tahun selanjutnya mereka harus berpisah. Empat orang Shodancho harus kembali ke Jawa, sedangkan Daan Mogot, Zulkifli Lubis, dan Kemal Idris yang tetap tinggal. Mereka bertindak sebagai instruktur PETA, memberikan latihan kepada calon-calon perwira hingga mereka mahir dalam berbagai bidang ketentaraan.

Pada tahun 1945 ketika Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, Daan Mogot menjadi salah seorang tokoh pemimpin Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pangkat Mayor. Ini suatu keunikan pada masa itu, karena Mayor Daan Mogot baru berusia 16 tahun

Di sana Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pada tanggal 23 Agustus 1945 mendirikan markasnya di Jalan Cilacap No. 5 untuk daerah Keresidenan Jakarta, empat hari sesudah pembentukannya. Moefreini Moe’min, seorang bekas syodancho dari Jakarta Daidan I ditunjuk sebagai pimpinannya. Sejumlah perwira yang bergerak di situ adalah Singgih, Daan Yahya, Kemal Idris, Daan Mogot, Islam Salim, Jopie Bolang, Oetardjo, Sadikin (Resimen Cikampek), Darsono (Resimen Cikampek), dan lain-lain.

Daan Mogot memang terkenal dalam sejarah zaman revolusi perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada pertempuran di hutan Lengkong-Serpong Tangerang Banten, ketika Taruna Akademi Militer Tangerang yang dipimpinnya berusaha merebut senjata dari pihak tentara Jepang tanggal 25 Januari 1946.

Ironisnya, sementara ia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia bahkan rela gugur di medan pertempuran, ayahnya tewas dibunuh para perampok yang menganggap ”orang Manado” (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda.

Sebagai sponsor terwujudnya gagasan mendirikan sekolah akademi militer, maka tanggal 18 November 1945 ia dilantik menjadi Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) pada waktu ia berusia 17 tahun. Sebenarnya di Yogyakarta juga berdiri Militer Akademi Yogya (MA Yogya) hampir bersamaan, yaitu tanggal 5 November 1945. Ide mendirikan sebuah akademi militer ini memang seperti yang diangan-angankan oleh Daan Mogot.

Ide pendirian Militer Akademi Tangerang itu datang dari empat orang: Daan Mogot, Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin.

Pada tahap awal ada 180 orang Calon Taruna pertama yang dilatih. Di antara mereka terdapat mahasiswa yang berasal dari Sekolah Kedokteran Ika Daigaku Jakarta. Ada di antara mereka yang menjadi komandan peleton, komandan kompi bahkan komandan batalyon. Sejumlah perwira dan bintara yang menjadi pelatih/instruktur MAT antara lain Kapten Taswin, Kapten Tommy Prawirasuta, Kapten Rukman, Kapten Kemal Idris, Kapten Oscar (Otje) Mochtan, Kapten Jopie Bolang, Kapten Endjon Djajaroekmantara, Sersan Bahruddin, Sersan Sirodz. Di Resimen Tangerang Taswin bertugas di staf sedangkan Kemal Idris di pasukan.

Pada tanggal 24 Januari 1946 Mayor Daan Yahya menerima informasi bahwa pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung dan akan melakukan gerakan merebut depot senjata tentara Jepang di depot Lengkong (belakangan diketahui bahwa Parung baru diduduki NICA bulan Maret 1946). Tindakan-tindakan provokatif NICA Belanda itu akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang secara serius. Sebab itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya selaku Kepala Staf Resimen, segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.

Tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna MA Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira yaitu Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira polisi tentara (Corps Polisi Militer/CPM sekarang). Ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu diserahkan kepada KNIL-NICA Belanda yang waktu itu sudah sampai di Sukabumi menuju Jakarta.

Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di markas Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Taruna MAT diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.

Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan mengesankan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang perlucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. Sekitar 40 orang Jepang disuruh berkumpul di lapangan.

Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Serdadu Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya, tentara Jepang lainnya yang berbaris di lapangan berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.

Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Taruna MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.

Tindakan Mayor Daan Mogot yang segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Dikatakan bahwa Mayor Daan Mogot bersama rombongan dan anak buahnya Taruna Akademi Militer Tangerang, meninggalkan asrama tentara Jepang, mengundurkan diri ke hutan karet yang disebut hutan Lengkong.

Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.

Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.

Akhirnya 33 taruna dan 3 perwira gugur dan 10 taruna luka berat serta Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, sedangkan 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri pada 26 Januari dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.

Pasukan Jepang bertindak dengan penuh kebengisan, mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup menjadi tawanan Jepang dan dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya. Sungguh suatu kisah yang pilu bagi yang masih hidup tersebut. Dalam keadaan terluka, ditawan, masih dipaksa menggali kuburan untuk para rekan-rekannya sedangkan nasib mereka masih belum jelas mau diapakan.

Tanggal 29 Januari 1946 di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam peristiwa Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun akhirnya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di dekat penjara anak-anak Tangerang. Selain para perwira dari Tangerang, Akademi Militer Tangerang, kantor Penghubung Tentara, hadir pula pada upacara tersebut Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir, Wakil Menlu RI Haji Agus Salim yang puteranya Sjewket Salim ikut gugur dalam peristiwa tersebut beserta para anggota keluarga taruna yang gugur. Pacar Mayor Daan Mogot, Hadjari Singgih memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot. Setelah itu rambutnya tak pernah dibiarkan panjang lagi.

Biodata singkat
• Nama : Elias Daniel Mogot;
• Nama populer : Mayor Daan Mogot;
• Tempat/tgl lahir : Manado, 28 Desember 1928;
• Tempat/tgl meninggal : Tangerang, 25 Januari 1946;
• Keluarga: Ayah : Nicolaas Mogot (Nico);
Ibu : Emilia Inkiriwang (Mien);
Saudara : Kakak: Evert, Lilly, Hetty, Eddy;
Adik : Fietje, Tilly;
Pengalaman:
• 1942-1943 Anggota Seinen Dojo angkatan pertama;
• 1943 Anggota Pembela Tanah Air (PETA) angkatan ke-1;
• 1943-1944 Shodancho PETA di Bali;
• 1944-1945 Staf Markas PETA (Gyugun Sidobu) di Jakarta;
• 1945 Perwira pada Resimen IV/Tangerang (pangkat Mayor);
• 1945-1946 Pendiri/Direktur pertama Akademi Militer Tangerang (MAT)

Kisah Pangeran Samber Nyawa

Peranan dan Politik VOC 
Agar supaya kita dapat mengerti dan memberi nilai yang sewajarnya kepada perjuangan Pangeran Sambernyawa, sebaiknya kita mengerti terlebih dahulu sistem politik VOC ( Verenigde Oost Indische Compagnie ) ialah Perserikatan Dagang Bangsa Belanda yang beroperasi di Indonesia dalam abad ke 17 Masehi, sampai akhir abad ke 18.Bangsa Indonesia menyebut VOC itu dengan nama Kompeni Belanda atau “ Kompeni “ saja. 

Adapun sistem politik Kompeni di Indonesia ( Jawa ) dapat dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu : Memperkenalkan diri, menghormat dan menghaturkan benda-benda berharga sebagai tanda hormat dan terima kasih kepada yang memegang kekuasaan : Jaman Sunan Amangkurat I di Mataram th. 1645 – 1677 Masehi.

Mencampuri urusan dalam negeri : jaman pemberontakan Trunojoyo th. 1676 – 1681 Masehi.
Mempraktekkan politik “ Memecah belah “ dan memperoleh monopoli perdagangan : Jaman Sunan Amangkurat II th. 1681 – 1703 Masehi.

Menguasai tanah Jawa sedikit demi sedikit : mulai wafatnya Sunan Amangkurat I sampai rebutan Keraton yang pertama ( th. 1704 – 1708 M ) dan perang rebutan Keraton yang kedua ( th. 1719 – 1723 M )

Menguasi tanah Jawa hampir penuh : Jaman Sunan Pakubuwono II samapi masa pembagian Kerajaan Mataram menjadi dua, th. 1755 dan berdirinya Kadipaten Mangkunegaran th. 1757 M.
Dalam tingkatan yang kelima tsb, maka semua kerajaan Nasional di Jawa sudah runtuh, daerah-daerahnya menjadi milik kompeni Belanda, dan raja-rajanya menjadi raja-raja peminjam atau Vazal-vazal kompeni Belanda belaka.

Dalam tingkatan kelima itu pula bertahtalah seorang raja setengah Vazal di kerajaan Mataram yang beribu kota Kartasura. Raja ini adalah pilihan kompeni Belanda atas dasar sifat-sifat lemahnya sang raja, yaitu Susuhunan Pakubuwono II bertahta pada th. 1727 – 1749 masehi.
Dalam pemerintahan Susuhunan Pakubuwono II ini muncullah 2 tokoh nasional yang gagah berani, kuat dan ulet lahir batinnya, mampu menggerakkan seluruh tanah Jawa dan Banten sampai Madura dan membuat pusing kepala kompeni Belanda selma 10 tahun, terus menerus , dua orang tokoh itu ialah :

Pangeran Mangkubumi, Putera Sinuwun Amangkurat IV di Kartasura, yang akhirnya menjadi Sultan Hamengkubuwono I di Yogyakarta.
Pengeran Mangkunegara, Sambernyawa, cucu Sinuwun Amangkurat IV di Kartasura.


Nasib buruk dimasa kecil Pangeran Sambernyawa
Pangeran Sambernyawa itu nama kecilnya R.M Sahid, putera Pangeran Mangkunegara Kendang. Ibunya bernama R. Ay. Wulan, puteri Pangeran Blitar. 



Pangeran Mangkunegara Kendang itu putera Sinuwun Amangkurat IV di Kartasura yang sulung. Belio ini saudara sepupu R.Ay. wulan, Belio dilahirkan dari seorang garwa-selir Amangkurat IV bernama R. Ay. Sumanarsa atau R. Ay Kulo yang disebut R. Ay, Sepuh, berasal dari desa Keblokan, tanah lor ( Wanagiri ). Di dalam lingkungan Keraton Kartasura belio disebut Pangeran Mangkunagara Kendang, oleh karena belio dikendangkan yaitu diasingkan atau dibuang ke Kaapstad, Afrika Selatan, sampai wafatnya, kemudian jenazahnya dimakamkan di Astana Imagiri, Yogyakarta.

R.M Sahid lahir pada tanggal, 7 April 1726 di Kartasura. Nama Sahid itu pemberian dari neneknda Amangkurat IV, beberapa waktu sebelum wafat. Maksud pemberian nama Sahid itu ialah bahwa Sri Sunan masih menyaksikan lahirnyacucunda yang terakhir dalam masa hidupnya. 



Dimasa kecilnya R. Sahid mengalami penderitaan hidup yang sangat berat. Ketika berusia 3 tahun, belio kehilangnya ibunya, karena pulang kerahmatullah. Tahun berikutnya belio ditinggalkan oleh ayahnya, karena sang ayah atas perintah Pakubuwuno II di Kartasura disingkirkan dari ibu kota kerajaan Mataram ke Betawi, dan 3 tahun kemudian “ Dikendangkan “ ke Kaaspstad seumur hidup. R.M Sahid dan beberapa adinya dibawa ke Keraton sebagai anak piatu, dan mendapat pendidikan, perlakuan dan pengalaman yang akibatnya menyudutkan belio kepada : prihatin dan sakit hati.

Setelah beliau mencapai usia remaja, diangkat sebagai pegawai keraton dengan pangkat Mantri Gandek Anom dengan sebutan dan nama R.M Suryakusuma dan diberi “ Gaduhan “ ( hak pakai ) sawah di Ngawen seluasa 50 jung ( =200 bahu ). Dua orang adiknya bernama R.M Ambiya dan R.M Sabar juga diangkat menjadi Mantri Gandek Anom berturut-turut dengan gelar dan nama : R.M Martakusuma dan R.M Wiryakusuma, masing-masing diberi gaduhan tanah seluas 100 bahu.


Mulai berjuang
Dengan meningkatnya usia dan kesadarannya, maka R.M suryakusuma ( Sahid ) merasakan nasibnya yang buruk menjadi berat. Perlakuan tidak adil dan sewenang-wenang yang dikenakan kepada ayahnya ( almarhum Pangeran Mangkunagara Kendang ) menggigit jantung pemuda R.M Suryakusuma. Akhirnya belio mengambil keputusan : mau berontak, menentang pemerintahan Pakubuwono II, untuk merebut bagian dari kerajaan Mataram bagi diri pribadi. Beliau mengambil dua orang pembantu utama yang merupakan bahu kiri dan kanannya, ialah : Wiradiwangsa, pamannya sendiri berassal dari Laroh. Sutawijaya, anak almarhum Tumenggung Wirasuta yang tidak dapat mengganti kedudukan ayahnya, tetapi menerima banyak uang dan harta benda peninggalan ayahnya.

Pemuda-pemuda Kartasura yang menggabungkan diri pada gerakan R.M Sahid, mula-mula ada 18 orang. Atas nasehat ki Wiradiwangsa, maka R.M Sahid beserta pembantu-pembantunya dan pemudapemuda pengikutnya berpindah ke Tanah Laroh, yaitu asal leluhur R.M sahid dari pihak neneknya bernama R. Ayu Sumanarsa. Disini belio mendapat simpati dari pihak rakyat sehingga dalam waktu yang tidak lama belio mempunyai pengikut banyak sekali. Segera diadakan peraturan secara organisasi perjuangan yang bai dan praktis, demikian : R.M Sahid menjadi pemimpin utama, Ki Wiradiwangsa diangkat menjadi pepatihnya, diberi gelar dan nama Kyai Ngabehi Kudanawarsa dan R.M Sutawijaya menjadi pemimpin pasukan tempur, diberi gelar dan nama Kyai Ngabehi Rangga Panambangan.

Pemuda-pemuda berasal dari Kartasura yang semula 18 orang banyaknya, kemudian bertambah menjadi 24 orang, merupakan barisan inti, disebut “ Punggawa “. Namanya digantisemua menjadi nama dengan permulaan : “ Jaya “ misalnya Jaya Panantang, Jaya Pamenang, Jaya Prawira dsb. “ Jaya “ artiny = sakti atau menang.

Tiap hari diadakan latihan perang, cara menyerang, menangkis dan membela diri. Tiap malam diadakan bermacam-macam latihan rohani misalnya : Menyepi ditempat-tempat yang gawat dan keramat, bertirakat, bertarak brata, mohon kepada Tuhan agar tercapai cita-citanya : ada pula yang merendam diri di sendang atau di dalam lubuk yang angker. Para pengikut R.M Sahid itu semua juga digembleng jiwa dan semangatnya dengan diberi wejangan-wejangan oleh para kyai antara lain oleh kyai Nuriman, modin di Laroh. Dengan demikian para pengikut R.M Sahid dalam waktu beberapa bulan saja sudah merupakan pasukan tempur yang digembleng jiwa raganya, sedang jumlahnya tidak sedikit. Mereka semua bersemangat tinggi, ingin selekas mungkin diajukan ke medan pertempuran. Dan kesempatan yang dinanti-natikan mereka itu segera datang juga, ialah dengan adanya : Geger Pacina.


Geger Pacina
Pada bulan juli 1742 M terjadilah peristiwa “ geger Pacina “ dikaraton Kartasura. Dalam waktu satu malam saja istana Kartasura sudah dapat direbut oleh pasukan Cina-Jawa dibawh pimpinan R.M Garendi, cucu Sunan Amangkurat Mas III yang telah diasingkan oleh kompeni Belanda ke pulai Sailan pada tahun 1708 M. R.M Garendi tersebut oleh para pengikutnya diangkat sebagai raja Mataram yang syah, dengan gelar dan nama Sunan Amangkurat IV.

Sunan Pakubuwono melarikan diri, mengungsi ke Ponorogo. Dari sini beliau minta bantuan kompeni di Jakarta. Bala bantuan segera datang dari Madura dibawah pimpinan P. Cakraningrat IV. Dalam bulan Desember 1742 Sunan Kuning, demikian nama julukan Sunan Amangkurat V, beserta semua pengikutnya diusir dari keraton Kartasura, lalu berpindah ke desa Randulawang, daerah Mataram.


Bergabung dengan Sunan Kuning.
RM. Said dengan seluruh pasukannya bergabung dengan Sunan Kuning untuk mempraktekkan kecakapannya berperang bahkan diangkat menjadi panglima tentara Sunan Kuning bahkan diberi gelar Panglima Prang Wadana (April 1743). mso-ansi-language:PT-BR">Kala itu usia beliau 17 tahun.

Pada sat Sunan Kuning dikecar tentara Kompeni dan terpaksa bergeser kedaerah Keduang – Ponorogo – Madiun – Caruban. R.Said mengikuti perjalanan Sunan Kuning lalu berpisah di Caruban kemudian Sunan Kuning bergerak ke Jawa Timur bergabung dengan keturunan Untung Suropati namun tak lama kemudian menyerah pada Kompeni dan berakhirlah geger pacinan tersebut.


Adapun P. Prang Wardana ternyata mempunyai cita-cita lain dari Caruban beliau menuju ke barat menuju daerah Sukowati dimana oleh masyarakat setempat dia diangkat sebagai pimpinan dengan gelar Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro Senopati Ing Ngalogo Sudibianing Prang. Lalu bergerak terus ke Panambangan melalui Jati Rata, Mateseh dan Segawe. Namun disini beliau tidak kuat menghadapi serangan pasukan P. Mangkubumi atas perintah Paku Buwono II yang telah bertahta di Kartasura.

Dalam babat giyanti (Pujangga Yasadipura I), ketika RM. Sahid menobatkan diri sebagai raja Jawa dengan gelar Sunan Adiprakosa Senopati Ngayuda Lelana Jayamisesa Prawira Adiningrat, serta duduk disinggasana dan dihadapan bala tentaranya tersambar petir dan terkena dampar tahtanya hingga remuk beliau jatuh pingsan diatas lantai namun tidak wafat hal ini tidak masuk akal jikalau ada seorang duduk diatas kursi lalu disambar petir seharusnya beliau pun ikut hancur. Dalam peristiwa tersebut Kyai Tumenggung Kuda Nawarsa segera menolongnya dan menunjukkan mengapa ini bisa terjadi, yaitu : kesombongan beliau atas pemberian gelar raja Jawa yang sebetulnya belum selayaknya disandang dengan kenyataan inilah dia berganti gelar Pangeran Arya Mangkunegoro (1746).

Kejadian tersebut disusul dengan peristiwa dimana markas besarnya di Panembangan diserbu dan diduduki Kompeni yang dipimpin Mayor Van Hohendorff serta patih Pringgolaya dari Paku Buwono II bahkan begeser ke Ngepringan – Pideksa – Tirtamaya – Keduang - Girimarta – Nggabayan – Druju – Matesih – hingga sampai didesa padepokan Samakaton bahkan waktu di daerah Ngepringan sang pangeran hampir terbunuh bahkan sempat berpisah dari keluarga dan pasukannya mendaki bukit dan turun gunung bersama Kyai Kuda Nawarsa dan Kyai Surawijaya. Di Pedepokan Samakaton tinggal 2 pertapa kakak beradik namanya Ki Ajar Adisana dan Ki Ajar Adirasa. Beliau berguru pada keduanya dan diberi wejangan yang intinya :

Kyai guru tersebut menunjuk kesalahan Pangeran Mangkubumi atas kesombongannya
Kedua beliau mendapat hukuman dai Ilahi
Beliau harus bertobat secara mendalam
Beliau hendaknya mencontoh Panembahan Senopati Ing Ngelogo Mataram dan pada Pamannya Pangeran Mangkubumi
Beliau diuji menjalankan laku – dan bertapa selam 7 hari-malam tanpa makan dan minum seorang diri di Gunung Mangadeg.
Menurut Babat Giyanti dalam pertapaannya terjadi sesuatu keajaiban yaitu mendapat pusaka secara gaib berupa satu tombak vaandel yang bernama Kyai Buda dan satu kerangka tambur bernama Kyai Slamet yang menunjukkan simbol kejayaan.

Dibagian lain Pujangga Yasadipura I memaknakan fenomena di Samakaton ini dengan mengkiaskan maksud pendidikan moral – mental yaitu :
1. satu Samakaton 2. Adisana 3. Adirasa 4. Mangadeg 5. Vaandel(tombak) 6. Kerangka tambur, artinya adalah :
Samakaton artinya kesemua hal dapat terlihat apabila manusia mau datang menyepi ditempat yang indah, yaitu
Adisana artinya tempat yang indah, apabila manusia berani laku menyepi di tempat yang indah itu akan mendapatkan rasa ynag indah pula yang akhirnya menimbulkan kemurnian dihati nuraninya

3. Adirasa artinya rasa yang indah.
Dalam hal 1, 2, 3 tersebut diatas kenyataannya apabila manusia sanggup berdiri (mangadeg – mendirikan Imannya) kepada Yang Maha Kuasa seperti tegaknya vaandel tersebut.
Tombak atau Vaandel simbol kejayaan apabila ditambahkan dengan rasa suci, sunyi, kosong, kang Hamengku Hana (ada) yang dinisbatkan dengan :
Kerangka tambur diguning Mangadeg tersebut.
Setelah mendapatkan ilafat baik tersebut beliau menuju ke markas besar pamannya (Pangeran Mangkubumi dai Jekawal – Sragen Utara ) untuk menggabungkan diri dan memohon perlindungan pamannya walaupun dalam perjalannya menemui banyak kesukaran karena ada pengumuman dari kompeni yang apabila dapat menangkapnya hidup atau mati akan mendapat hadiah pangkat dan uang. Dikisahkan dalam pertemuan dengan pamannya tersebut beliau diterima baik oleh pamannya bahkan diberikan bantuan seperangkat senjata dan prajurit untuk kembali kemarkasnya di daerah Gumantar.

Pangeran mangkubumi adalah adik Paku Buwana II yang berlainan ibu yang pada saat itu memenuhi seruan Paku Buwono II untuk membasmi peberontakan RM. Sahid dan Martapura. Untuk sementara Pangeran Mangkubumi berhasil meredam pemberontakan walaupun harus meloloskan RM. Sahid. Hal ini menimbullkan konflik dari dalam dimana PB II yang tadinya menjanjikan tanah Sukowati bagi yang dapat menangkap RM. Sahid akhirnya mengingkari janjinya karena kelicikan Patihnya sendiri yaitu Pringgolaya. Dikarenakan sebab ini Mangkubumi pada 19 Mei 1746 meninggalkan karaton Surakarta dan memberontak yang pada akhirnya mendirikan kerajaan diYogykarta dan menjadi Sultan Hamengku Buwono I.
Demikian riwayat singkat Rm. Sahid yang kemudian dikenal dengan nama Adipati mangkunegoro I atau Pangeran Samber Nyawa beliau memegang tampuk pimpinan Kadipaten Mangkunegaran mulai tahun 1757 sampai wafatnya 1795 jenasahnya dimakamkan di Mangadeg dan berdirinya Kadipaten Mangkunegaran ini diperingati dengan sangkalan : MULAT SARIRA NGRASA WANI = berarti tahun Jawa 1682, bersamaan dengan tahun Masehi 1757. Nama julukan Pangeran Adipati Mangkunegara I ialah Sambernyawa. Nama yang terakhir ini adalah nama Pedang pusaka Mangkunagaran, yang sangat ampuh dan tajam, tepat sekali untuk menyambar nyawa musuh.

Sumber: karatonsurakarta

Saturday, 29 September 2012

Taman Nasional Baluran, Afrika-nya Indonesia

Taman Nasional Baluran - adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terletak di wilayah Banyuputih, SitubondoJawa Timur (sebelah utara Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di daerah ini, yaitu Gunung Baluran.

Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Tipe vegetasi sabana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran yakni sekitar 40 persen dari total luas lahan.

Taman Nasional Baluran sering dijuluki sebagai Afrika-nya Jawa. Disini kamu bisa melihat miniatur Savanna Afrika dengan savana yang terbentang luas dan banyak satwa liar yang berkeliaran mirip di Afrika. Kamu bisa melihat sekelompok rusa dan banteng diantara rerumputan. Disini juga terdapat monyet dan berbagai jenis burung. Pemandangan Gunung Baluran yang mirip Kilimanjaro beserta hamparan savana dan rumput yang mengering berwarna keemasan menambah kesan bahwa daerah ini memang benar mirip Afrika.


Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air di beberapa mata air tersebut menjadi berkurang. Saat musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air sehingga air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama.
Bila Anda datang saat musim penghujan maka tumbuhan dan air sangat berlimpah-ruah, sehingga para penghuni taman seperti Banteng dan Kerbau Liar memilih masuk ke pedalaman taman dari pada bertatap muka dengan para pengunjung. Tetapi beberapa kelompok rusa, merak, ayam hutan dan beburungan lainnya bisa dinikmati.
Tumbuhan yang ada di taman nasional ini sebanyak 444 jenis, diantaranya terdapat tumbuhan asli yang khas dan menarik yaitu widoro bukol (Ziziphus rotundifolia), mimba (Azadirachta indica), dan pilang (Acacia leucophloea). Widoro bukol, mimba, dan pilang merupakan tumbuhan yang mampu beradaptasi dalam kondisi yang sangat kering (masih kelihatan hijau), walaupun tumbuhan lainnya sudah layu dan mengering.
Tumbuhan yang lain seperti asam (Tamarindus indica), gadung (Dioscorea hispida), kemiri (Aleurites moluccana), gebang (Corypha utan), api-api (Avicennia sp.), kendal (Cordia obliqua), manting (Syzygium polyanthum), dan kepuh (Sterculia foetida).
Terdapat 26 jenis mamalia diantaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).
Selain itu, terdapat sekitar 155 jenis burung diantaranya termasuk yang langka seperti layang-layang api (Hirundo rustica), tuwuk/tuwur asia (Eudynamys scolopacea), burung merak (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), kangkareng (Anthracoceros convecus), rangkong (Buceros rhinoceros), dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus).
Selain pemandangan alam berupa sabana, taman nasional ini juga memiliki keindahan alam laut di Pantai Bama yang terletak sekitar 15 Km dari kantor atau sekitar tiga kilometer dari padang sabana. Lokasi itu cukup panjang, yakni garis pantainya sekitar satu kilometer.

Kalau di airnya, sangat cocok bagi yang suka snorkling atau bermain kano. Snorkling menjanjikan kepuasan mata karena keindahan karang lautnya. Objek lain adalah wisata mangrove di wilayah itu.

Bagi yang ingin menikmati perahu wisata, bisa menggunakannya dengan cara menyewa Rp300 ribu untuk maksimal 10 orang. Taman Nasional Baluran juga menyediakan petualangan menantang karena ada objek yang jarang dikunjungi karena harus melewati jalan hutan.




Tidak besar biaya yang harus Anda keluarkan untuk tiket masuk yaitu hanya Rp6.000,00 per mobil dan Rp 2.500,00 per orang. Kegiatan yang dapat dilakukan di sini mulai dari penelitian, pengamatan dan atraksi satwa, serta wisata bahari di pantai Bama. Sementara fasilitas yang tersedia adalah kantor pengurus, pondok kerja, pesanggarahan, shelter, jalan trail, menara pandang, dan lain-lain.

Berwisata Ranu Kumbolo di kaki Gunung Semeru

Ranu Kumbolo - adalah sebuah danau gunung di Kabupaten LumajangJawa Timur. Letaknya di Pegunungan Tengger, di kaki Gunung Semeru. Luasnya 15 hektar. Merupakan salah satu primadona Gunung Semeru. Berada di ketinggian 2.400 mdpl, Ranu Kumbolo tersohor karena kecantikan, kesejukan, dan dingin air danaunya. Sunrisenya pun sempurna.

Ranu Kumbolo merupakan tempat yang terkenal dengan danau dan pemandangan yang hijau di sekitarnya. Bentuknya seperti lembah, jangan heran jika cuaca di tempat ini sangat dingin dan sejuk. Danaunya sangat cantik, biru dan dingin. Danau Ranu Kumbolo seolah menjadi oase di ketinggian 2.400 mdpl. Ranu Kumbolo adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Di Ranu Kumbolo terdapat tempat perkemahan. Tempat ini adalah salah satu titik berangkat untuk mendaki Gunung Semeru.

Pemandangan di sekitar danau sangat meneduhkan mata. Perpaduan pohon cemara, semak-semak yang hijau, dan langit yang biru, akan memanjakan Anda. Banyak pendaki berkemah di sini, selain karena tempatnya yang sejuk.

Tidak hanya itu, sunrise di Ranu Kumbolo akan menambah rasa kagum Anda. Panorama Matahari terbitnya sangat cantik dan mempesona. Warna cahaya mentari yang keemasan terpantul oleh permukaan danau.
Sunrise di Ranu Kumbolo sangat cantik dan mempesona. Warna cahaya mentari yang keemasan terpantul oleh permukaan danau. Tidak hanya itu, apakah Anda ingat bagaimana menggambar sunrise saat masih anak-anak dulu? Ya, pasti gambaran sunrisenya adalah matahari muncul dari tengah-tengah bukit. Di Ranu Kumbolo, sunrisenya seolah gambaran sunrise yang hidup dari masa kecil Anda.
Bagi mereka yang suka hiking, Ranu Kumbolo adalah pit-stop untuk mempersiapkan petualangan mereka. Selain itu, Ranu Kumbolo juga menyediakan gubuk untuk pejalan kaki dan ada camping ground untuk berkemah. Juga, terdapat sebuah monumen kuno yang berdiri di Ranu Kumbolo. Masyarakat setempat percaya bahwa monumen itu sudah ada sejak jaman kerajaan Majapahit.
Berkunjunglah ke Ranu Kumbolo dan silahkan melepas penat di sana. Jangan lupa untuk menjaga kebersihan dan kelestarian alamnya.

Carstensz Pyramid Puncak Salju di daerah Tropis Indonesia

Carstensz Pyramidgunung beratap salju di Indonesia yang berada di Papua banyak di impikan oleh banyak pendaki untuk bisa menjejakkan kaki di puncaknya. Puncak Cartenz Pyramyd memiliki tinggi 4.884 meter. Selain karena dia adalah puncak tertinggi di Indonesia, para pendaki akan menemukan sensasi berbeda yang tidak didapatkan di hampir semua karakter gunung di Indonesia, yakni atapnya Indonesia ini beratap salju.

Carstensz Pyramid, nama tersebut diambil dari seorang petualang dari negeri Belanda, yakni Jan Carstensz, yang pertama kali melihat adanya puncak gunung bersalju di daerah tropis, tepatnya di Pulau Papua. Pengamatan tersebut dilakukan oleh Jan Carstensz melalui sebuah kapal laut pada tahun 1623. Karena belum bisa dibuktikan dengan pengamatan langsung, laporan itu dianggap mengada-ada. Sebab, bagi orang Eropa, menemukan pegunungan bersalju di tanah tropis adalah sesuatu yang hampir mustahil.


Di Indonesia ini yang dilalui oleh garis katulistiwa, tentu sangat mustahil dan sulit untuk dimengerti jika ada salju di negri ini. Cartenz Pyramid merupakan salah satu puncak bersalju tersebut. Puncak tertinggi di asia Tenggara dan Pasifik ini, berada di rangkaian Pegunungan Sudirman. Puncak ini juga terdaftar sebagai salah satu dari 7 puncak benua (seven summit) yang sangat fenomenal dan menjadi incaran para pendaki gunung di dunia. Puncak Jayawijaya ini terletak di Taman Nasional Laurentz, Papua.
Namun yang disayangkan, diperkirakan akan menyusut dan mengering pada tahun 2024, hal ini disebabkan oleh pemanasan global. Perhitungan tersebut didasarkan atas analisis data empiris menggunakan pendekatan linier yang dikerjakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Jadi bukan tidak mungkin suatu saat pegunungan ini akan kehilangan salju seperti yang terjadi di Gunung Kilimanjaro, Afrika.
Akses manuju Objek Wisata Carstensz Pyramid

Mengingat medan pendakian yang berat, proses perizinan yang rumit, serta jaminan keamanan ketika proses pendakian, sebaiknya para pendaki memanfaatkan jasa agen perjalanan yang berpengalaman. Berbagai agen perjalanan yang memiliki reputasi internasional telah menyediakan dua pilihan jalur pendakian, yaitu jalur klasik melalui Desa Ilaga, atau jalur kedua yang lebih nyaman dengan menumpang helikopter menuju base camp Bukit Danau (Danau Valley).


Indahnya Taman Sakura di Kebun Raya Cibodas

Taman Sakura - suasana di Kebun Raya Cibodas, Desa Cibodas, Kecamatan Pacet, Cianjur ibarat berada di negeri matahari terbit. Tak perlu jauh-jauh pergi ke Jepang untuk menikmati keindahan Sakura. Di Kebun Raya Cibodas, kita bisa melihat pohon Sakura yang sudah ditanam sejak tahun 1953.

Di taman seluas sekitar tujuh ribu meter per segi itu, bunga Sakura menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung. Di tempat itu, ditanam empat jenis bunga Sakura, yaitu Prunus Cerasoides, Prunus Lannesiana, Prunus Yedoensis, dan Prunus Jamasakura
[143737p.jpg]
Jenis Prunus Cerasoides dapat berbunga dua kali dalam setahun, yaitu Januari-Februari dan Agustus-September. Pihak Kebun Raya Cibodas masih mempelajari siklus bermekarannya bunga asal Jepang itu. 


Januari-Februari dan Agustus-September tepat buat berwisata disini, sebab, saat ini bunga sakura (Prunus cerocoides) sedang bermekaran, menebarkan warna merah muda di pucuk-pucuk pohon yang ditanam di Taman Sakura. Ada baiknya Anda tidak menunda-nunda waktu berkunjung ke obyek wisata alam ini. Sebab, bunga sakura yang tengah bermekaran itu diperkirakan hanya akan bertahan sampai dua pekan ke depan.


Sekarang Taman Sakura sudah tertata indah, di dasar lembah terdapat sungai kecil, mengalir air dari pegunungan yang jernih dan dingin. Di sisi dan badan sungai dipasangi batu alam membentuk jeram-jeram dan air terjun yang sangat menarik.
Para pelancong dapat berjalan di jalan setapak, menyeberangi sungai melalui jembatan-jembatan kecil yang artistik, sambil menikmati sakura bermekaran. Sudah banyak warga Jepang, Korea, dan lainnya berdatangan melihat bunga sakura di Indonesia, yang dapat berkembang dua kali setahun.

Untuk menikmati Taman Sakura, pengunjung harus masuk ke Kebun Raya Cibodas (KRC) dengan harga tiket masuk Rp 6.000 per orang.


Untuk ke KRC tidaklah sulit. Anda yang biasa ke Puncak bisa mengendarai mobil pribadi atau sepeda motor sampai lokasinya di Cibodas. Dari Jakarta dan Bogor, KRC Cibodas berada di jalur Taman Safari-Cipanas. Papan penunjuknya jelas berada di sebelah kanan. Ada pertigaan besar untuk menuju KRC.
Anda yang menggunakan kendaraan umum juga mudah mencapainya. Jika Anda ke sana di hari kerja, dari Jakarta atau Bogor Anda bisa naik bus jurusan Bandung lalu minta turun di Cibodas. Dari pertigaan itu Anda bisa menumpang kendaraan umum atau sewa ojek.

Friday, 28 September 2012

Kampung Bena Perkampungan Megalit Pulau Flores

Kampung Bena - adalah salah satu perkampungan megalit(ikum) yang terletak di Kabupaten Ngada. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa.

Konon, kampung ini memiliki bebatuan besar megalit yang masih tersisa dan terjaga keasliannya di Bajawa. Dengan kata lain, kampung ini menyajikan banyak keaslian budaya megalit dari mulai kubur batu, upacara adat, bentuk rumah maupun tata cara hidup. Keunikan lainnya untuk Anda para penjelajah, kampung ini masih sangatlah asri dan hening dikarenakan belum adanya teknologi yang digunakan.

Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Hingga kini pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Kampung Bena dihuni oleh Suku Ngada yang memiliki kelestarian adat istiadat murni tanpa adanya intervensi dari pengembangan gaya hidup modern sekalipun. Termasuk diantaranya adalah tata cara hidup yang masih memegang teguh filosofi nenek moyang seperti adanya persembahan kerbau untuk upacara pendirian rumah baru –persembahan dengan memukul-mukulkan kerbau ke batu hingga mati-, adanya persembahan penebangan pohon –dengan tidak sembarangan menebang pohon- sebagai persembahan pembangunan agar menjauhi amarah dari penghuni hutan. Sungguh beragam keunikan yang disajikan Bajawa untuk Anda telusuri, rumah tradisiona yang masih menggunakan kayu dan standarisasi pembangunan ukuran rumah dari nenek moyan menambah sajian wisata budaya Bajawa semakin terlihat unik.


Kampung ini saat ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi. Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal.
Situs yang sebenarnya sudah didaftarkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO tahun 1995 walaupun belum diterima namun Ternyata kampung ini menjadi langganan tetap wisatawan dari Jerman dan Italia.
Ditengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga atau ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.
Penduduk Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Mayoritas penduduk Bena adalah penganut agama katolik. Umumnya penduduk Bena, pria dan wanita, bermata pencaharian sebagai peladang. Untuk kaum wanita masih ditambah dengan bertenun.

Pada awalnya hanya ada satu klan di kampung ini yaitu klan Bena. Perkawinan dengan suku lain melahirkan klan-klan baru yang sekarang ini membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini bisa terjadi karena penduduk Bena menganut sistem kekerabatan matriarkat.

Bertengger dengan berporoskan pada Gunung Inerie (2.245 mdpl), Kampung Bena di Bajawa adalah salah satu dari desa tradisional Flores yang masih tersisa meninggalkan jejak-jejak budaya megalit yang mengagumkan. Desa ini lokasinya hanya 18 km dari kota Bajawa di Pulau Flores. Kota Bajawa yang terletak di cekungan seperti sebuah piring yang dipagari barisan pegunungan. Kota ini banyak dikunjungi wisatawan apalagi cuacanya cukup dingin, sejuk, dan berbukit-bukit, mirip seperti di Kaliurang, Yogyakarta.

Kehidupan di Kampung Bena dipertahankan bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Di sini ada 9 suku yang menghuni 45 unit rumah, yaitu: suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah adanya tingkatan sebanyak 9 buah. Setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian. Rumah suku Bena sendiri berada di tengah-tengah. Karena suku Bena dianggap suku yang paling tua dan pendiri kampung maka karena itu pula dinamai dengan nama Bena.


Tari Gandrung Banyuwangi

Tari Gandrung - atau biasa disebut saja dengan Gandrung Banyuwangi adalah salah satu tarian tradisional Indonesia yang berasal dari Banyuwangi. Oleh karena tarian ini pulalah, Banyuwangi juga di juluki sebagai Kota Gandrung, dan terdapat beberapa patung penari gandrung di setiap sudut kota.

Tari Gandrung memiliki ciri khas , mereka menari dengan kipas dan ketika penari menyentuh kipasnya kepada salah satu penonton biasanya laki – laki dan di ajak untuk menari. Keberadaan Tari Gandrung sangat erat kaitannya dengan tari Seblang. Hal itu dapat dilihat dari seni gerak tari maupun unsur-unsur tari yang lain, seperti: nyanyian dan alat musik yang digunakan. Hal yang membedakan dengan Tari Seblang adalah sifatnya, Tari Seblang merupakan suatu tarian yang bersifat sakral yang selalu ditandai adanya trance atau kerasukan bagi penarinya, sedangkan Tari Gandrung bersifat sebagai hiburan atau tari pergaulan.

Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu.

Dahulu tari gandrung diperankan oleh laki-laki yang berdandan perempuan maka tidaklah heran jika saat itu orang menyebutnya dengan istilah gandrung lanang dan instrumen alat musik yang digunakanpun juga relatif sederhana tidak selengkap saat ini.Tetapi dalam musik pengiringnya tetep ada ciri khas khusus yang tidak bisa lepas dari musik gandrung yaitu Kendang dan Biola.

Namun seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1890-an tari gandrung lanang ini mulai memudar dari bumi blambangan,ada beberapa dugaan yang melatarbelakangi lenyapnya tari gandrung lanang ini yaitu munculnya sejumlah ulama yang memfatwakan bahwa haram hukumnya seorang cowok yang berdandan ala perempuan.Tetapi pada dekade 1914-an lah tari gandrung lanang ini bener-bener lenyap dari bumi belambangan setelah kematian Marsan yang merupakan penari terakhir dari gandrung lanang.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Tarian ini di bawakan sebagai ucapan syukur masyarakan pasca panen dan dibawakan dengan iringan instrumen tradisional khas Jawa dan Bali. Tarian ini di bawakan oleh sepasang penari, yaitu penari perempuan sebagai penari utama atau penari gandrung, dan laki-laki yang biasa langsung di ajak menari, biasa disebut sebagai paju.

Cave Tubing Gua Pindul Gunung Kidul

Gua Pindul - salah satu gua yang merupakan rangkaian dari 7 gua dengan aliran sungai bawah tanah yang ada di Desa Bejiharjo, Karangmojo, menawarkan sensasi petualangan tersebut. Selama kurang lebih 45 - 60 menit wisatawan akan diajak menyusuri sungai di gelapnya perut bumi sepanjang 300 m menggunakan ban pelampung. Petualangan yang memadukan aktivitas body rafting dan caving ini dikenal dengan istilah cave tubing.

Berbeda dengan kebanyakan gua di Indonesia yang merupakan “gua kering” (yang dapat dimasuki wisatawan dengan sangat mudah), Gua Pindul ini termasuk “gua basah”, dengan sungai mengalir dari bagian depan hingga mulut gua di bagian belakang. 
wisata gua pindul
Untuk mencapai lokasi ini, sebenarnya cukup mudah. Bagi wisatawan yang akan berwisata ke Gua Pindul bisa mengawali startnya dari perempatan jalan Wonosari Ring Road selatan. Kemudian lurus sampai jalan menaiki sebuah bukit (bukit Patuk). Sesampainya di perempatan bukit Patuk masih lurus sampai pada rest area hutan Wanagama, kemudian lapangan udara Gading lurus sampai perempatan Siyono (air mancur) belok kiri. Ikuti jalan aspal sampai perempatan lampu merah masih lurus dan ada pertigaan sebelah kiri ada gerbang desa Bejiharjo belok kiri setelah itu ikuti jalan aspal hingga lokasi yang banyak terdapat tulisan Gua Pindul. Di sebelah kanan lokasi ada sekretariat pengelola, dan bagi wisatawan bisa langsung bisa menemui pengurusnya.

Gua Pindul terdiri dari tiga bagian; bagian terang, remang-remang, dan bagian gelap. Para pemandu membawa senter sambil menjelaskan tentang kondisi gua. Stalaktit dan stalakmit mendominasi interior Gua Pindul. Di beberapa tempat terdapat pilar gua, yaitu stalaktit dan stalakmit yang sudah bertemu dan menjadi seperti sebuah tiang. 

Di salah satu lokasi terdapat sebuat tempat yang datar, kabarnya dahulu merupakan tempat pertapaan. Di gua ini terdapat tiga satwa yang dilindungi, yaitu burung seriti, burung walet, dan kelelawar. Menurut pemandu, gua tersebut memang dibiarkan gelap tanpa penerangan untuk melindungi kelelawar yang hidup di dalamnya.

Nama Gua Pindul berasal dari sebuah kisah dimana ada seorang pemuda yang bernama Joko Singlulung mencari ayahnya yang hilang, dengan menyusuri banyak hutan dan gua, tiba-tiba dia terantuk kepalanya di salah satu batu di gua ini, gua dimana dia terantuk inilah akhirnya dinamakan Gua Pindul.
img
Di tengah gelapnya Gua Pindul, tampak satu stalagmit besar dan cukup menonjol di sana. Konon, pria yang menyentuh batu ini akan bertambah keperkasaannya, karena itu batu ini disebut perkasa.

Danau Nibung Bengkulu

Danau Nibung - merupakan Sebuah objek wisata yang berada di Provinsi Bengkulu yang terletak di Desa Ujung Pandang, Kecamatan Muko Muko Utara, Kabupaten Muko Muko, Provinsi Bengkulu.
Salah satu danau tercantik yang ada dan sering dikunjungi wisatawan. Meskipun danau ini berada ditengah hutan raya dan akses kedanau ini sanagt susah, namun tidak membuat para wisatawan gentar dan justru malah semakin ingin melihat keindahan dan pemandangan danau ini.

Panorama Alam perbukitan. dengan  dikelilingi oleh hutan tropis sebagai pemandangan utamanya. Selain aktifitas memancing, kita juga dapat menyaksikan satwa liar, seperti burung, Bagi yang pencita “bird watching” dapat berburu foto disini.

Letaknya di Pusat Kota Mukomuko di Kawasan Kantor Bupati, lokasi objek wisata ini mudah dijangkau dan hanya berjarak 6 km dari Kota Muko Muko, ibu kota Kabupaten Muko Muko.

Sedangkan dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu, berjarak sekitar 300 km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum. Kedepannya. objek ini menjadi objek wisata andalan kabupaten setempat.




Friday, 21 September 2012

Makanan Khas Solo Serabi Notosuman

Serabi Notosuman - sangat terkenal, terletak di daerah Notosuman, dibuat sejak tahun 20-an. Seolah tak ketinggalan jaman, banyak pendatang membeli untuk dijadikan oleh-oleh. Rasanya gurih berasal dari santan kelapa, dengan pilihan taburan coklat di atasnya. 

Serabi Solo Notosuman diambil dari nama Jalan Notosuman (kini M. Yamin-red). Perintisnya adalah pasangan Hoo Geng Hok dan Tan Giok Lan yang membuat kue apem pada tahun 1923. Awalnya, pasangan ini diminta oleh tetangganya untuk membuat kue apem. Lama-kelamaan banyak yang suka.

Ada dua toko penjual Serabi Notosuman yang terletak di Jl. Mohammad Yamin tersebut. Masing-masing dikenal sebagai serabi bungkus hijau dan serabi bungkus orange - meski begitu keduanya sama-sama berasal dari keturunan yang sama dari Hoo Gek Hok si perintis Serabi Notosuman sejak tahun 1923.

Serabi solo bungkus hijau dikenal sebagai Serabi Notosuman Ny. Lydia. Lydiawati merupakan pemilik toko serabi dan sekaligus merupakan generasi ke-3 dari Serabi Notosuman. Meski berada di jalan yang sama dan menjual produk yang sama, ia mengaku tidak saling bersaing dengan serabi bungkus orange milik saudaranya.

Yang membuat keduanya berbeda, Serabi Notosuman Ny. Lydia telah terjamin kehalalannya karena telah dilengkapi sertifikat halal. Kini dengan sertifikat halal yang dimilikinya, ia pun makin mantap dan yakin dalam menjawab keraguan para pelanggannya. Bahkan pembeli akan semakin merasa aman dengan logo halal yang terpampang di billboard tokonya.


Ada begitu banyak jenis serabi yang bisa kita temui di sekitar kita. Mulai dari serabi kocor khas Yogya, serabi/surabi Bandung yang sempat membuat heboh, sampai serabi solo yang biasa disebut Serabi Notosuman yang sangat terkenal itu. Cara pembuatan serabi memang sangat mencerminkan kulinary Indonesia sehingga tidak heran bila serabi diklaim sebagai salah satu makanan khas Indonesia.


SERABI NOTOSUMAN SOLO

Bahan:
  • 500 gr tepung beras
  • 250 gr gula cair
  • 750 ml santan kental matang
  • 600 cc air
  • 1/2 sdt soda kue
  • 1 btr kuning telur
  • 100 cc air pandan
  • aneka topping sesuai selera
Cara membuat:
  1. Masukkan tepung beras ke dalam baskom bersih, kemudian masukkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai kental.
  2. Masukkan gula cair dan soda kue. Aduk sampai rata dan diamkan selama 45 menit.Ini disebut adonan utama.
  3. Panaskan cetakan diatas api, oles permukaan cetakan dengan menggunakan minyak goreng
  4. Setelah adonan utama di diamkan selama 45 menit, maka adonan utama siap digunakan untuk membuat serabi.
  5. Masukkan 1 sendok sayur besar adonan utama sambil ditekan bagian tengah adonan supaya menghasilkan bagian pinggir yang tipis.
  6. Setelah adonan setengah matang, tuang 1 sendok sayur kecil santan kental matang, kemudian tutup.
  7. Bila ingin memberi topping, buka tutup cetakan, taburkan topping dan tutup kembali. Tunggu samapi serabi matang.
  8. Bila bagian pinggir yang tipis sudah berwarna kecoklatan, itu berarti serabi telah matang dan siap dikeluarkan dari cetakan


Selamatkan Badak Bercula Satu Dari Kepunahan

Badak Bercula Satu (Inggris: Rhinoceros) terdapat dua spesies, Badak India (Rhinoceros unicornis) dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Badak Jawa adalah mamalia besar yang paling terancam di dunia, dan hanya terdapat di dua lokasi: Jawa (Indonesia) dan Vietnam.

Badak Bercula Satu atau sering disebut juga Badak Jawa merupakan  salah satu spesies satwa terlangka di dunia dengan perkiraan jumlah populasi tak lebih dari 60 individu. Di Indonesia, badak bercula satu, ditempatkan di taman perlindungan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dan sekitar delapan individu di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam (2000). Badak Jawa juga dalam kategori sangat terancam atau critically endangered dari badan konservasi dunia IUCN.

Spesies ini nyaris musnah pada 1883 ketika Gunung Krakatau meletus memicu tsunami setinggi 40 meter yang menewaskan 37.000 orang saat itu. Tsunami menyapu ratusan desa, termasuk Ujung Kulon. 
 
Ancaman terbesar saat ini datang dari para pemburu liar, kerusakan habitat, dan persaingan mendapatkan makanan antar binatang penghuni Ujung Kulon.  

Cula Badak sejak lama menjadi bahan populer dalam pengobatan tradisional China. Langkanya cula ini membuat harganya melambung -- ratusan hingga ribuan dollar per buah.


Ciri-ciri Fisik Badak Jawa(Rhinocerus sondaicus)

  • Warna tubuh abu-abu kehitam-hitaman.
  • Memiliki satu cula, dengan panjang ± 25 cm (pada betina ada kemungkinan tidak tumbuh/ kecil sekali)
  • Berat badan mencapai 900 – 2300 kg, panjang tubuh ±2 – 4 m dan tinggi dapat mencapai hampir 1,7 m.
  • Kulitnya memiliki semacam lipatan sehingga tampak seperti memakai tameng baja.
  • Rupa mirip dengan badak India namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit.
  • Bibir atas lebih menonjol berfungsi untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut.
 Tidak hanya di Jawa, populasi Badak Jawa ini dulu diperkirakan tersebar juga di Sumatera yaitu di daerah Aceh sampai Lampung. Tapi, kini Badak Jawa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUT), Banten. Selain itu terdapat di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Di Indonesia sendiri, Badak Jawa pernah ditemukan diluar TNUT yaitu pada tahun 1934, ditemukan ditembak oleh pemburu di Tasikmalaya, dan saat ini specimennya disimpan di Museum Zoologi Bogor.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons