Monday, 23 April 2012

Masjid Agung Demak Peninggalan Wali Songo

Masjid Agung Demak adalah sebuah masjid yang tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah.


 

Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.

Masjid  Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid  ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal  dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan  Demak Bintoro.

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren  Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini dibangun  kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478, ketika  Raden Fatah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan  tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini  dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang  utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan  soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian  barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel  membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di  sebelah barat daya.

Luas  keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di  samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m  dengan panjang keliling 35 x 2,35 m;  bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3  m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang  dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga  utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini  memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini  menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas  ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan  bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna,  yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima  buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki  makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini  memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya  kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari  kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan  masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk  bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid  juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah.

Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreativitas masyarakat pada saat itu. Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu,  seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.
Masjid  Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara  umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu  bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada  di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung  dan alun-alun.

Di lingkungan Masjid Agung Demak ini terdapat sejumlah benda-benda peninggalan bersejarah, seperti Saka Tatal, Dhampar Kencana, Saka Majapahit, dan Maksurah. Di samping  itu, di lingkungan masjid juga terdapat komplek makam sultan-sultan Demak dan  para abdinya, yang terbagi atas empat bagian:
  • Makam Kasepuhan, yang terdiri atas 18 makam, antara  lain makam Sultan Demak I (Raden Fatah) beserta istri-istri dan putra-putranya,  yaitu Sultan Demak II (Raden Pati Unus) dan Pangeran Sedo Lepen (Raden  Surowiyoto), serta makam putra Raden Fatah, Adipati Terung (Raden Husain).
  • Makam Kaneman, yang terdiri atas 24 makam, antara lain makam Sultan Demak III (Raden Trenggono), makam istrinya, dan makam  putranya, Sunan Prawoto (Raden Hariyo Bagus Mukmin).
  • Makam di sebelah barat Lasepuhan dan Kaneman, yang terdiri atas makam Pangeran Arya Penangsang, Pangeran Jipang, Pangeran Arya  Jenar, Pangeran Jaran Panoleh.
  • Makam lainnya, seperti makam Syekh Maulana Maghribi, Pangeran Benowo, dan Singo Yudo.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak juga telah dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO semenjak tahun 1995.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons