Masjid
Agung Demak adalah
sebuah masjid yang tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak,
Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar
agama Islam, disebut juga Walisongo,
untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia
pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah.
Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian
serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang
kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo.
Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan
Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur
laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari
beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan
sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan
merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran
Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.
Masjid
Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini
memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah
air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai
masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam,
yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali
ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama
Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya,
masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia
dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro.
Masjid
Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada
tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren
Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini
dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun
1478, ketika Raden Fatah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini
direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo
memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar.
Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali
menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada
empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya,
yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut;
Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel
membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di
sebelah barat daya.
Luas
keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di
samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15
m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x
2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk
bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang
empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang
penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah
28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.
Masjid
ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid
ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama
kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah
yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas
bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu
menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan.
Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan
satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu
syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah
jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah
SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari
kiamat, dan qadha-qadar-Nya.
Bentuk
bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini,
pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah.
Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan
ukir-ukiran yang begitu indah.
Bentuk
bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreativitas masyarakat pada
saat itu. Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika
itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga
mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang
berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan
ragam variasinya.
Masjid
Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas.
Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya,
yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan
alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh
Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah
selatan Masjid Agung dan alun-alun.
Di
lingkungan Masjid Agung Demak ini terdapat sejumlah benda-benda peninggalan bersejarah,
seperti Saka Tatal, Dhampar Kencana, Saka Majapahit, dan Maksurah. Di
samping itu, di lingkungan masjid juga terdapat komplek makam
sultan-sultan Demak dan para abdinya, yang terbagi atas empat bagian:
- Makam
Kasepuhan, yang terdiri atas 18 makam, antara lain makam Sultan
Demak I (Raden Fatah) beserta istri-istri dan putra-putranya, yaitu
Sultan Demak II (Raden Pati Unus) dan Pangeran Sedo Lepen (Raden
Surowiyoto), serta makam putra Raden Fatah, Adipati Terung (Raden Husain).
- Makam
Kaneman, yang terdiri atas 24 makam, antara lain makam Sultan Demak III
(Raden Trenggono), makam istrinya, dan makam putranya, Sunan Prawoto
(Raden Hariyo Bagus Mukmin).
- Makam
di sebelah barat Lasepuhan dan Kaneman, yang terdiri atas makam Pangeran
Arya Penangsang, Pangeran Jipang, Pangeran Arya Jenar, Pangeran
Jaran Panoleh.
- Makam
lainnya, seperti makam Syekh Maulana Maghribi, Pangeran Benowo, dan Singo
Yudo.
Masjid
ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki
empat tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan
terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka
Majapahit.
Di
dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja
Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang
berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.